Cara Mendidik Indra Syafri. Unik dan Memang Beda
Keberhasilan demi keberhasilan yang diraih oleh Timnas U-19 Garuda Muda akhirnya membuat orang mau tak mau bertanya dan melirik ke belakang, siapa yang meng-arsiteki-nya ?
Ya, meski pada awal karirnya di Timnas ini sempat terseok-seok dan bahkan sang pelatih sempat “disia-sia’, pria berkumis asal pulau Sumatera ini pada akhirnya mampu menunjukkan tajinya. Membawa timnas U-19 Garuda Muda meraih prestasi yang sangat membangggakan Indonesia.
Menengok perjalanan kepelatihannya, dengan dukungan yang terbatas, hasil didikan yang dicapainya terasa sangat luar biasa. Yang bisa jadi belum pernah bisa dicapai oleh seluruh pelatih yang ada di Indonesia ( bahkan di dunia ).
Karena cara mendidik Indra Syafri ini – jika anda benar-benar cermati - memang terasa unik dan memang beda.
Bahkan disini saya berani menggunakan kata “ mendidik” bukan kata “melatih” untuk melukiskan cara yang dilakukannya.
Disini tidak akan dibahas tentang permasalahan teknis atau cantiknya permainan yang ditunjukkan. Atau pula betapa “landungnya “ stamina yang dipertontonkan, karena semua orang telah sama-sama melihatnya.
Karena pula, jika hanya dilihat dari segi ini mungkin ada banyak pelatih lain di dunia yang bisa atau lebih baik dalam melakukannya.
Meski jika dilihat dari sisi inipun sudah bisa menunjukkan bahwa hasil polesannya belum pernah bisa dicapai oleh pelatih manapun yang ada di Indonesia.
( Bahkan salah seorang pengamat bola senior berani mengatakan ; “ Belum pernah melihat permainan Timnas Indonesia, kapanpun dan dari jenjang manapun seperti permainan timnas U-19 kali ini semasa hidupnya, bahkan seandainya Timnas U-19 kalah sekalipun ). Artinya Timnas U-19 memang sebuah fenomena.
Dari sini saja sebenarnya sudah bisa menunjukkan, bahwa hasil kepelatihan Indra Syafri memang luar biasa.
Disini justru akan dibahas tentang “didikan yang kelihatannya kecil’ tetapi justru itu merupakan pondasi kekuatan yang sebenarnya.
Mau tahu ?
Simak terus saja.
• Didikan untuk menjadi sebuah keluarga
Bisa jadi, hasil didikan Indra Syafri yang ini, kurang anda perhatikan atau anda lewatkan.
Tetapi hal ini sebenarnya telah terlihat ketika Timnas U-19 bertanding dalam piala AFF di stadion Sidoarjo beberapa waktu lalu.
Bila anda mau cermati, Indra Syafri mendidik anak asuhnya ibarat sebuah keluarga.
Ini jelas terlihat, pada setiap penggantian pemain ( pada kejuaraan tersebut ), pemain yang diganti ketika keluar lapangan selalu mencium tangan pelatihnya.
Ini menunjukkan suatu bentuk penghormatan kepada orang tua. Ini menunjukkan pula sebuah ikatan yang kuat sebagai sebuah keluarga. Dengan rasa menjadi sebuah keluarga akhirnya terbentuklah suatu kekompakkan yang luar biasa dalam tubuh timnya.
( Coba anda bandingkan – bahkan di seluruh dunia – adakah para pemain yang mau mencium tangan pelatihnya ketika ia justru diganti keluar lapangan ? ).
• Mendidik untuk selalu bersyukur dan berdoa.
Intisari dari didikan Indra Syafri sebenarnya telah beberapa kali diungkapkannya ( juga diucapkan anak-anak asuhnya ) : “ kerja keras dan doa “.
Dan ini benar-benar telah terbukti dan dibuktikan.
Adakah anda melihat pemain Timnas U-19 yang tampak “malas-malasan” ketika mereka bertanding ? Siapapun lawannya.
Semua bekerja keras,. Semuanya berusaha memberikan yang terbaik dari apa yang dipunyainya. Dan itu semua kemudian dilandasi dengan doa.
Lihatlah, betapa khusu’ mereka berdoa pada setiap pertandingan, berharap mempersembahkan dan memperoleh hasil yang terbaik untuk tim dan negaranya.
Dan tak lupa pula – ini yang benar-benar luar biasa – bersyukur.
Dan ketika hasil terbaik telah berhasil dicapainya, mereka tidak menjadi jumawa dan menepuk dada. Tetapi justru menyungkur, bersujud syukur atas apa yang telah dikaruniakan kepada mereka.
Maka sungguh menggetarkan hati pemirsa ketika melihat mereka beramai-ramai menyungkurkan muka, bersyukur ketika berhasil mencetak gol-gol kemenangannya.
Dan ini tidak terbatas pada hanya salah satu agama, karena semua dari mereka melakukannya.
Maka pernahkah pula anda melihat moment pemandangan “ yang menakjubkan “ seperti ini pada permainan sepak bola di seluruh dunia.
Dengan didikan “kerja keras dan doa” ini seolah-olah menjadi motor penggerak yang tidak pernah ada habisnya.
• Semangat 45 : pantang menyerah , berjuang sampai titik darah penghabisan tanpa putus asa.
Selama ini, ada “kelemahan kecil” yang menghinggapi setiap timnas Indonesia.
Seringkali mereka merasa minder, merasa inferior ketika berhadapan dengan tim-tim yang lebih perkasa. Mereka telah kalah sebelum bertanding.
Dan seandainya bersemangat, itu hanya di awal-awal saja. Begitu kemasukan gol, semua semangat dan daya juang menguap hilang, sirna begitu saja.
Tapi itu tidak ditunjukkan oleh Timnas U-19 ini. Mereka semua mempunyai semangat, perjuangan dan determinasi yang boleh diacungi jempol. Tidak akan pernah menyerah.
Tidak akan pernah ada kemenangan sebelum pelluit akhir berbunyi.
Hasilnya ? anda telah lihat sendiri.
Dan tentu saja itu adalah salah satu hasil didikan Indra Syafri dan tim kepelatihannya.
Bahkan sebelum Timnas U-19 melawan Korea, untuk memompa semangat dan daya juang anak asuhnya, Indra Syafri dengan berani dan lantang berkata :
“ Korea Selatan Tidak Ada Apa-Apanya”.
Lalu, bagaimana menurut anda ?