-->

Menguak Misteri Asal Usul Dan Kematian Gajah Mada Yang Penuh Tanda Tanya

Salah satu pahlawan terbesar yang dipunyai oleh Indonesia adalah Mahapatih Gajahmada.
Jika menyinggung tentang kejayaan dan kebesaran Indonesia, maka nama Gajahmada pasti tidak akan pernah lepas dari padanya. Sebab Gajahmada dianggap sebagai orang yang dapat mempersatukan Nusantara.

Meski nama besarnya begitu dikenal dan terkenal, sehingga diabadikan pada nama jalan hampir di semua kota, juga diabadikan sebagai nama salah satu Universitas tertua di Indonesia, sebenarnya tidak banyak yang bisa diketahui tentang dirinya.

Kisah hidup Gajahmada diselimuti oleh suatu misteri dan tanda tanya.

Tentang asal usulnya misterius. Tidak diketahui dengan pasti kapan dan di mana pahlawan besar ini lahir.
Bahkan kehidupan dan sampai akhir hayatnya merupakan kisah yang masih samar dan gelap, diselubungi berbagai asap mitos dan praduga.

Yang masih sangat dipercaya adalah bahwa Gajahmada merupakan seorang pribumi asli, anak seorang rakyat jelata.
Spekulasi lainya mengatakan bahwa Gajahmada berasal dari Sumatera ( Batak ) jika dirunut dari asal nama, postur tubuh serta raut wajahnya.
Spekulasi terbaru mengatakan bahwa Gajahmada sesungguhnya adalah seorang muslim, berdasar temuan di makamnya di Mojokerto, dimana pada batu nisannya bertuliskan kalimat tauhid : La ILaIlaha Illallah Muhammad Rasulullah’ dan masyarakat sekitarnya mengenalnya sebagai Syeikh Mada.
Dan nama asalnya mestinya Gaj Ahmada.

Yang pasti, Gajahmada memulai karirnya di Majapahit sebagai bekel. Karena berhasil menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih Kahuripan pada 1319.
Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya.
Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui.
Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang melakukan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya takluk.
Patih Gajah Mada diangkat sebagai patih di Majapahit (1334).

Pada waktu pengangkatannya ia mengucapkan Sumpah Palapa, yakni baru akan menikmati palapa atau rempah-rempah yang diartikan kenikmatan duniawi jika telah berhasil menaklukkan Nusantara.
" Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada : Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa "

"Gajah Mada sang Maha Patih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada "Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa."

Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang yang meragukan sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.

Di zaman Prabu Hayam Wuruk (1350-1389), Patih Gajah Mada mengembangkan penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Karir politiknya mulai merosot akibat Perang Bubat (1357). Dalam Kidung Sunda diceritakan bahwa hal ini bermula pada saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu.
Namun Patih Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit.

Akibat penolakan pihak kerajaan Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran yang tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda.
Dyah Pitaloka sendiri bunuh diri setelah ayahanda beserta seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran.

Akibat peristiwa itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya dan ia diberi pesanggrahan “Madakaripura” di Tongas, Probolinggo.
Namun pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih, hanya saja ia memerintah dari Madakaripura. Pada 1364, Gajah Mada menghilang secara misterius dan tidak pernah muncul lagi.
Ada beberapa hipotesa tentang Gajah Mada di periode 1364 dan sesudahnya.

Yang pertama, diperkirakan Gajah Mada mengasingkan diri ke Lampung, dan akhirnya meninggal di Lampung. Saat ini ada pusara yang diyakini sebagai makam Gajah Mada di Lampung.

Yang kedua, ia bergabung dengan Adityawarman yang telah menjadi penguasa Kerajaan Pagaruyung, Kerajaan Dharmasraya, Jambi, dan Palembang.
Pada saat tiba di Lampung, ia membuat pusara yang seolah olah adalah makamnya, supaya tidak dicari oleh Majapahit. Setelah itu ia melanjutkan perjalanannya ke utara dan bergabung dengan Adityawarman.

Yang ketiga, ia memimpin ekspedisi ke sebrang lautan hingga ke MADAGASKAR. Asal muasal pulau tersebut memiliki nama Madagaskar, diperkirakan ada hubungannya dengan Mahapatih Gajah Mada. Penduduk asli pulau itu, etnis Merina dan Betsileo, mirip dengan penduduk asli pulau jawa.
Wallahu ‘alam Bi showab. Hanya Allah yang tahu.
Sayang untuk dilewatkan :

You may like these posts