Apa Jadinya Jika Kawin Di Luar Angkasa ?
Kemajuan teknologi, menjadikan perjalanan ke luar angkasa bukan lagi merupakan sebuah “hal yang ajaib”. Bahkan sudah menjadi semacam perlombaan dan keharusan.
Sebenarnya, apa yang dicari di luar angkasa ?
Sederhana saja, namun sangat mendasar.
Sebab manusia merasa jika suatu saat bumi ini tidak akan cukup lagi dihuni manusia.
Itulah sebabnya mereka merasa perlu untuk mencari bumi-bumi baru untuk dijadikan sebagai lahan kehidupan kelak di kemudian hari.
Itulah sebabnya, disamping mengumpulkan data dan kemungkinan sebanyak-banyaknya dari luar angkasa, mereka juga merasa perlu untuk penjajagan dan percobaan akan kemungkinan memulai kehidupan.
Dan dari sekian banyak percobaan yang dilakukan, salah satunya adalah : bisakah bereproduksi ketika berada luar angkasa ?
Sehingga ketika “bisa” hidup disana, manusia juga harus kawin, beranak pinak.
“Kawin” merupakan hal yang biasa ketika di bumi, namun akan menjadi “luar biasa” ketika berada di luar angkasa.
Sebab kawin di luar angkasa memang membawa implikasi yang sangat jauh berbeda dengan di bumi.
Apa jadinya jika nekat kawin di luar angkasa ?
Sebuah penelitian dari University of New South Wales (NSW) Australia mengingatkan bahwa bercinta di luar angkasa untuk manusia sungguh merupakan sebuah gagasan buruk.
Karena Sel induk embrio akan berperilaku sangat berbeda ketika di luar gravitasi Bumi.
Selain itu, terjadinya mikrogravitasi ketika berada di luar angkasa bisa merusak tubuh dalam misi jangka panjang.
Antara lain : menghentikan pertumbuhan otot, menjadikan tulang lemah, dan menjadikan denyut jantung tidak teratur.
Yang paling fatal adanya mokrogravitasi akan mempengaruhi pembelahan sel, sistem kekebalan tubuh, sistem otot dan tulang, kadar kalsium dalam sel, serta motilitas sel.
Kesimpulan itu diambil berdasarkan adanya eksperimen simulasi mokrogravitasi.
Dimana hasilnya menunjukkan hal yang tidak positif.
Lalu, apa akibatnya jika nekat kawin di luar angkasa ?
Efek mikrogravitasi pada embrio mirip orang dewasa, bahkan lebih merugikan lagi.
Karena itu akan ada resiko negatif yang dapat dialami embrio.
Misalnya : terhambatnya pematangan termasuk jantung, tulang, dan pembuluh darah. Pertumbuhan syaraf juga akan tertunda.
Tetapi masalahnya, para ilmuwan memperkirakan bahwa masalah “kawin di luar angkasa” merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari. Sebab bisa jadi, suatu saat harus melakukannya.
Karena itulah para ahli mencoba mengadakan simulasi percobaan supaya persis sama dengan kondisi aslinya, di luar angkasa.
Sebagai uji coba, Rusia mengirimkan para 'kosmonot', yang terdiri dari beberapa tokek dengan panjang sekitar 12 cm.
Terdiri dari 4 tokek betina dan 1 tokek jantan, yang ditempatkan di modul Foton-M4.
Dalam modul ini dilengkapi pula dengan suplai air dan bahan makanan untuk beberapa bulan.
Misi besarnya hanya satu : kawin di luar angkasa.
Bereproduksi dan mempunyai keturunan.
Dan karena mengemban misi besar inilah tokek ini disebut dangan istilah 'sex geckos'
Hasilnya ?
Sayangnya, tokek-tokek pengemban misi besar tersebut harus menjadi pahlawan alias gugur dalam tugas.
Penyebabnya ?
Belum diketahui dan masih terus diteliti.
Hal ini diketahui denan pasti oleh Badan Luar Angkasa Federal Rusia (Roscosmos), setelah Satelit Foton M4 mendarat kembali di bumi, di Orenburg, Rusia, 1 September 2014 lalu.
Ketika para ilmuwan yang membuka modul Foton, mereka mendapati adegan yang tragis. Tokek penjelajah angkasa selama 44 hari itu telah meregang nyawa. Semuanya.
Namun, ada sedikit harapan.
Sebab hewan lain yang ikut menjelajah angkasa bersama tokek-tokek tersebut, yaitu pasukan lalat Drosophila ternyata berhasil bereproduksi di luar Bumi.
Para ilmuwan berharap bisa melakukan intervensi medis untuk melindungi embrio dan janin dari bahaya mikrogravitasi.
Caranya, salah satunya dengan rekayasa genetika. Ketika saatnya tiba.
Simak juga yang lainnya :