-->

Cara Membuat Bangunan Kokoh Tanpa Semen. Ini Rahasianya

Sewaktu masih kecil, ketika ada waktu diajak berwisata, saya sempat terkagum-kagum saat melihat beberapa bangunan yang dibangun dengan konstruksi yang begitu kokoh, menahan beban yang begitu berat, tetapi tidak menggunakan semen sama sekali.

Kebanyakan berupa bangunan bersejarah.
Ada yang berupa jembatan dan ada pula berupa bangunan pintu gapura.
Semuanya “hanya” terdiri dari batu kali atau batu bata. Tanpa semen sama sekali. Namun kokoh dan kuatnya luar biasa.

Karena itu pula banyak rumor yang berkembang tentang rahasianya. Banyak mitos yang mengatakan jika bangunan tersebut bisa seperti itu karena “ kesaktian” sang pembangunnya. Ada pula mitos yang mengatakan karena yang membangun adalah seorang wali, yang begitu mustajab doanya. Bahkan mitos yang lebih “ gila “ lagi bangunan-bangunan tersebut dibangun hanya dalam waktu 1 malam ! Luar biasa.

Kekaguman dan “kepercayaan” kepada ( mitos ) bangunan tersebut bahkan sempat tersimpan begitu lama. Sampai pada suatu saat menemukan jawabannya. Dan, ternyata begitu sederhana rahasianya. Mau tahu ?

Untuk membuat sebuah konstruksi bangunan yang kokoh meski tanpa semen, ternyata pada dasarnya mempergunakan prinsip “ berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”.
Dan karena menggunakan prinsip ini pula maka konstruksi seperti ini tidak bisa sekenanya digunakan pada sebuah bangunan. Konstruksi yang kokoh meski tanpa semen ( pada bentuk bangunan tertentu ) dengan prinsip “ berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” rahasianya ternyata terletak seperti pada ilustrasi gambar ini.
Ilustrsi Gambar :
Anda bisa lihat ilustrasi gambar di atas. Kusen pintu atau jendela tersebut sama sekali tidak menggunakan semen sebagai bahan pengikat, namun “ia” begitu kokoh dan tidak akan roboh meski menahan beban berat batu bata yang berada di atasnya.

Ini bisa terjadi karena beban dibagi secara merata pada bata-bata penyusun sehingga tercipta konstruksi yang kokoh.
Beban S ( bobot batu di bagian atas ) yang menekan bata berbentuk trapesium yang berada di pertengahan lengkung kusen menghasilkan suatu gaya A ke arah bawah.
Batu berbentuk trapesium itu tidak akan jatuh karena ditahan oleh rangkaian batu di sebelah kiri dan kanannya.
Dengan demikian gaya A itu dibagikan sesuai aturan “paralelogram” menjadi 2 gaya B dan C.
Oleh batu di sampingnya, gaya tersebut diterimanya, sebagian disimpan sendiri, dan sebagian sisanya dibagikan ke batu yang lainnya.
Proses pembebanan ini akan terus berlanjut sehingga setiap batu akan menerima beban yang setimbang. Maka terbentuklah suatu kesatuan konstruksi yang kokoh.

Kalau batu trapesium tersebut ditekan lagi dari atas ke bawah ( misal, aplikasi pada sebuah jembatan yang menerima beban tambahan benda yang melintas di atasnya ) maka konstruksi itu tetap tidak akan roboh. Asalkan, masih dalam batas tekanan tambahan yang tidak melebihi inersia batu itu sendiri.
Akan tetapi konstruksi tersebut justru akan roboh jika kita mendorong batu trapesium tersebut ke arah atas. Nah, ternyata begitu sederhana bukan rahasianya.

Dan setelah tahu rahasianya yang ternyata begitu sederhana, saya jadi tersenyum-senyum sendiri. Karena begitu lama sempat percaya jika konstruksi bangunan tanpa bahan bangunan pengikat berupa semen yang begitu kokoh hanya bisa dibangun karena kesaktian sang pembuatnya.

You may like these posts