-->

5 Mitos dan Fakta Tentang Masalah BBM

Tidak dulu - tidak sekarang, BBM ( bahan bakar minyak ) selalu saja membuat heboh. Apapun kebijakan pemerintah tentang BBM ini akan selalu saja menuai pendapat pro dan kontra.
BBM ibaratnya buah simalakama. Dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati.
Tidak dinaikkan pemerintah “mati”, BBM naik rakyat yang ganti mati.

Karena sifatnya yang kontroversi itulah hal-hal sekitar BBM selalu saja diselimuti berbagai macam mitos. Mulai dari mitos subsidi BBM, kekayaan cadangan minyak, jumlah pemasukan negara dari sektor minyak dan sebagainya dan sebagainya.

Agar tidak terombang ambing dan bingung tentang masalah BBM ini, ada beberapa mitos dan fakta tentang BBM yang sebaiknya anda ketahui :

Mitos 1 : Indonesia kaya akan minyak bumi

Fakta :
Ditaksir, kekayaan cadangan minyak bumi Indonesia adalah sebesar 1 % dari cadangan minyak bumi dunia. Sedangkan penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 3,5 % ( atau lebih ) dari populasi dunia.
Maka jika batas “kaya” diasumsikan dengan angka 1 – yaitu hasil bagi cadangan minyak dengan jumlah penduduk – maka nilai untuk Indonesia adalah 1/3.
Lagi pula, cadangan minyak bumi bukannya tanpa batasan. Artinya, semakin banyak diambil semakin cepat cadangan akan habis.
Cadangan minyak bumi kita diperkirakan sekitar 9,5 milliar barel, kalau dianggap tidak ada penemuan cadangan baru, maka secara matematis cadangan minyak bumi akan habis dalam jangka waktu hanya 10 tahun. Dan setelah itu akan menjadi negara pengimport minyak.
Dan ketika itu telah terjadi, maka akan berat bagi pemerintah jika “harus” memberikan subsidi BBM.

Mitos 2 : Pendapatan Indonesia dari minyak bumi sangatlah besar

.
Fakta :
Ini memang benar. Tapi………….. Tapi itu dulu, ketika terjadi “Oil Boom” pada sekitar tahun 1980 –an, dimana harga minyak “meroket’ dari $ 10 per barel menjadi $ 35 per barel.
Untuk kondisi sekarang komposisi pendapatan sudah sangat jauh bergeser dari kondisi di atas. Bahkan pendapatan dari sektor minyak “sudah habis” untuk membiayai subsidi BBM ( sebelumnya ).

Mitos 3 : subsidi BBM berarti membela rakyat miskin

Fakta :
Ada benarnya. Tetapi sesungguhnya subsidi BBM tidak hanya dinikmati oleh rakyat miskin. Tetapi yang kaya juga ikut ( menyerobotnya ). Bahkan yang kaya akan bisa mendapatkan subsidi yang “lebih”. Subsidi BBM tidak pandang bulu, tidak pandang mata. Mau kaya mau miskin akan membayar dengan jumlah uang yang sama. Dan karena si kaya mempunyai lebih banyak uang, maka sebenarnya ia-lah yang lebih menikmati subsidi BBM ini, karena yang kaya bisa membeli BBM lebih banyak dibanding rakyat miskin.
Bahkan, adanya perbedaan yang cukup besar antara harga BBM domestik dan harga BBM internasional seringkali dimanfaatkan oleh oknum ( orang kaya ) yang ingin mengeruk keuntungan lebih dengan mengail ikan di air keruh.
Caranya ?
Dengan ( modal uangnya ) menjual BBM domestik ke pasaran internasional. Belum lagi tentang maraknya kasus-kasus oplosan.

Mitos 4 : Subsidi BBM tetap diperlukan karena daya beli masyarakat masih rendah

Fakta :
Logikanya memang benar. Namun jika mau jujur, apakah seperti itu juga yang dilakukan oleh negara-negara berkembang lainnya ? India misalnya.
Jika mau melihat dengan mata kepala, ternyata negara-negara berkembang lain yang juga masyarakatnya mempunyai daya beli rendah, PDB ( produk domestik bruto ) per kapita yang rendah tidak banyak mengarahkan subsidinya untuk BBM.
Artinya mereka berfikir, bahwa subsidi BBM bukanlah cara yang efektif sebagai upaya untuk memakmurkan rakyatnya !

Mitos 5 : Jika subsidi BBM dicabut, rakyat akan kesulitan memenuhi kebutuhan energinya

.
Fakta :
Barangkali ini benar untuk jangka pendek. Untuk jangka panjang belum tentu. Sebab sumber energy tidak hanya berasal dari BBM saja.
Masih ada “beberapa” yang lain, misal : biogas, briket batubara atau biomasssa. Namun karena selama ini sudah terbiasa “dimanja” dengan penggunaan BBM yang tersubsidi maka “tertutup sudah” peluang penggunaan sumber energi alternatif selain energi BBM itu.
Dan karena harganya yang murah maka masalah efisiensi peralatan juga sedikit terbaikan, sehingga terkadang kurang berupaya agar tidak tidak boros bahan bakar..
Sebagai contoh mudah, di Cina misalnya, pemanfaatan energy oleh rumah tangga yang disupply oleh briket batubara mencapai kurang lebih 44 % dari konsumsi energi total.

You may like these posts