-->

Pelayanan BPJS Lamban, Apakah Kasus “Suap Dokter” Bisa Terjadi Di BPJS ?

Sejak diluncurkan secara resmi pada tahun lalu, program BPJS mendapat tanggapan yang sangat positif dari masyarakat. Dari hari ke hari, semkain banyak masyarakat yang tergugah untuk mendaftar dan ikut program yang dirasa sangat bermanfaat ini.
Terlebih lagi, perusahaan-perusahaan juga diwajibkan untuk mengikuti program ini bagi karyawannya.
Lihat juga :

Pemerintah memang terlihat sangat serius dalam menangani program ini. Karena dengan program BPJS ini, pemerintah ingin mengentaskan masayarakat dari keterbatasan pelayanan kesehatan. Dan karena itu pula, program BJPS ditargetkan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia nantinya.
Dengan kata yang sederhana, diharapkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dapat menerima dan menikmati “subsidi kesehatan” .
Sehingga, tentu saja program BPJS ini dapat berjalan lancar nantinya. Dan tidak hanya pemerintah, masyarakat luas juga memiiki harapan yang sama.

Hanya saja, tiba-tiba ada sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik tentang masalah BPJS ini.

Ketika Program BPJS Telah Berjalan Lancar, Akan Terjadi Kasus “Suap Dokter” ?

Mengapa sampai timbul pertanyaan seperti ini ?

Melihat, berkaca dan belajar dari Vietnam.
Di Negara Vietnam, mirip dengan BPJS, pelayanan perawatan medis kepada masyarakat kebanyakan disubsidi oleh pemerintah dengan sebuah sistem asuransi gratis, untuk pegawai negeri, anak-anak, atau dibayar oleh majikan.

Namun karena program subsidi kesehatan ini pula, pada akhirnya terjadilah antrean yang panjang ketika masyarakat ingin mendapatkan pelayanan kesehatan.
Sebab ketika program ini telah berjalan merata, rumah-sakit rumah sakit ( umum ) yang melayani program ini menjadi penuh, kelebihan pasien.
Di satu sisi, gaji untuk profesi medis dirasa tetap cukup rendah. Ditambah lagi dengan adanya sentimen kapitalis tinggi yang bertemu dengan nilai-nilai Confusius.

Maka praktek-praktek “menyelipkan amplop” yang berisi uang ( suap ) untuk memastikan mendapatkan pelayanan yang lebih cepat atau lebih baik menjadi sebuah hal yang umum.
Bahkan termasuk, ketika pasien akan meninggalkan rumah sakit ( karena telah sembuh ), mereka juga akan meninggalkan “amplop dokter”, agar rekomendasi untuknya dapat segera dikeluarkan.

Menurut sebuah penelitian, “kasus suap dokter’ ini meningkat sangat tajam dari angka 13% menjadi 29%, hanya dalam kurun waktu 3 tahun.

Bahkan karena begitu mewabahnya “kasus suap dokter” di Vietnam ini, lima rumah sakit di Hanoi meluncurkan sebuah kampanye untuk meningkatkan perilaku etis di kalangan staf.

Dengan kebijakan "Katakan tidak kepada amplop."

Pusat Riset dan Pelatihan untuk Pengembangan Komunitas (RTCDD) juga melakukan kampanye serupa untuk mengubah persepsi pembayaran informal, menggunakan media untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak mereka dan tugas dokter.

Sehingga pertanyaan lagi, Ketika Program BPJS Telah Berjalan Lancar, Akan Terjadi Kasus “Suap Dokter” ?

Seperti yang terjadi di Vietnam ?
Jawabannya, bisa “iya”, bisa juga “tidak”.
( Dan semoga saja tidak ).

Namun melihat kenyataan yang terjadi pada saat ini, dimana ada beberapa rumah sakit yang melayani program BPJS, yang belum-belum sudah dipenuhi dengan antrian pasien, dan sudah timbul cukup banyak keluhan-keluhan tentang “leletnya” rumah sakit yang melayani program BPJS, pertanyaan dan kekhawatiran seperti yang terjadi di Vietnam, tidak mustahil bisa terjadi.
Sedangkan semua hal bisa saja terjadi.
Siapa tahu, waktu yang akan menjawabnya.
Disarankan menyimak juga yang di bawah ini :

You may like these posts