-->

Turut Berduka Cita. Gaji Buruh Minus Di Jaman Indonesia Merdeka

Pada tanggal-tanggal di hari terakhir bulan dan di awal tahun seperti ini, seharusnya menjadi waktu yang tepat ( meski sesaat ) bagi para buruh untuk bergembira.
Mengapa ?
Sebab pada umumnya pada akhir bulan – meskipun tanggalnya berbeda-beda – para buruh akan menerima gajinya setelah bekerja memeras keringat, membanting tulang selama satu bulan di belakangnya.

###
Jadi kalau dipikir-pikir, buruh itu sebenarnya sangat “keren” dan dermawan.
Bayangkan saja, meski hidup serba terbatas ( malu kalau disebut kurang atau miskin ), mereka tetap saja masih mau - “ngutangi” – membiayai para pengusaha selama satu bulan. Ketika para pengusaha sudah bisa menjalankan roda usaha dan mendapatkan keuntungan usahanya, para buruh baru diberikan bayarannya. Namun ketika pengusaha sedang tekor, para buruhpun “rela” gajinya dibayar terlambat. Keren tidak ..?
###

Namun di saat-saat dimana seharusnya para buruh bergembira, fakta , kenyataan hidup, terkadang berbicara lain.

Memang, sebagian besar buruh akan merasa bergembira ketika tiba hari gajian seperti ini. Meski hal ini biasanya hanya sesaat.
Ada yang biasa-biasa saja.
Namun ada juga yang malah tertunduk lesu – justru – ketika tiba hari gajian.

Sebab, fakta, kenyataan hidup, seringkali berbeda dengan harapan.
Ini – tentu saja – bukan bermaksud untuk “ngresulo”, mengeluh dan meratapi nasib.
Sebab kata ustad, apapun, berapapun yang diterima, jumlah itu tetap patut disyukuri.
Sebab kata ustad pula, barang siapa yang bersyukur, maka Allah akan menambahkan karunia-Nya.
Sebab memang demikian halnya.
Yang namanya kategori “cukup” adalah “sawang sinawang”, sangat relatif sangat subyektif.
Sesedikit apapun, jika diterima dengan lapang dada dan disyukuri, maka jumlah itu akan menjadi cukup. Sebanyak apapun, jika “kemrungsung “ dan loba, maka jumlah itu masih saja tetap kurang.
Dan konon - kata ustad – baru merasa cukup ketika mulutnya sudah disumpal dengan tanah ( kuburan ).

Hanya saja, realita hidup memang “menuntut” banyak hal.

Terlepas dari jumlah kenaikan gaji tahunan yang di luar harapan untuk bisa hidup “lebih layak”, yang lebih memprihatinkan lagi adalah jika memperhatikan wajah-wajah rekan buruh yang tertunduk lesu.

Mengapa mereka ? Sakit perut ?
Bukan.

Mereka sedang sakit kepala. Alias pusing, alias “mumet”.
Sebab ketika rekan buruh membuka amplop gajiannya, didapatinya sebuah angka yang sangat menyesakkan dada.
Terpampang begitu jelas – kalau boleh diibaratkan, bagaikan sebuah palu godam yang teramat besar sedang dihantamkan ke kapala – tertera, gaji yang mereka terima ternyata malah MINUS.

KOK BISA ??????????

Yang namanya orang bekerja, seharusnya kan dibayar, mendapatkan uang. Bukannya membayar, mengeluarkan uang.
Kok bisa gajinya minus ??

Mungkin rekan buruh itu sedang terkena denda perusahaan ?
Bukan !
Atau jangan-jangan, rekan buruh itu suka foya-foya, menghamburkan uang, sehingga banyak hutangnya pada perusahaan ?
Tidak juga !
Terus… gajinya kok bisa minus ???

Jika ditelusuri, masalah gaji minus tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh masalah teknis dalam hal sistem administrasi panggajian.

Kira-kira seperti ini :

● Ada beberapa perusahaan yang membayarkan gaji karyawannya dalam 2 tahapan.
Tahapan pertama pembayaran gaji pokok atau sesuai UMR.
Kemudian tunjangan dan lainnya baru dibayarkan pada tahap kedua setelahnya.

● Umumnya pula, untuk memacu absensi karyawannnya, perusahaan akan memberikan “premi hadir”.
Jika karyawan masuk penuh selama 1 bulan, premi hadir akan diberikan. Namun ketika karyawan tidak masuk bekerja maka premi hadir akan terpotong atau bahkan hilang sama sekali.

● Karena itulah ketika karyawan kebetulan tidak masuk bekerja atau cuti yang tidak ditanggung perusahaan, maka karyawan akan dikenakan pemotongan gaji.
Dalam hal ini termasuk premi hadirnya. Karena itulah jumlah potongan gaji yang harus ditanggung “seolah-olah” lebih besar daripada jumlah gaji yang diterima, jika diurai menjadi komponen gaji harian. Karena potongan gaji yang ditanggung = jumlah gaji /upah harian ( sesuai UMR ) ditambah dengan potongan premi hadir.

● Maka masalah gaji minus akan terjadi pada karyawan yang memiliki gaji /upah yang hanya senilai UMR atau lebih sedikit, dan kebetulan ia tidak masuk kerja – terutama di saat mendekati tanggal-tanggal terakhir di akhir bulan – sehingga ia harus terkena potongan gaji.
Karena gaji/upah yang senilai dengan UMR atau lebih sedikit telah dibayarkan pada pembayaran tahap pertama, maka pada pembahayaran tahap kedua, sisa gaji yang mungkinmasih ada harus dikurang dengan potongan gaji. Dan ketika sisanya lebih kecil daripada jumlah potongan gaji, maka jadilah.
Karyawan akan menerima gaji minus.
Jadi kurang lebihnya seperti itu.

Namun dari situ terlihat juga, betapa lemahnya sistem penggajian buruh di negeri tercinta yang katanya sudah merdeka lebih dari 69 tahun ini.
Sehingga masih saja ada gaji buruh yang begitu “mepet” sehingga sampai minus.
Meski seperti kata ustad tadi, apapun hal itu harus tetap untuk diterima dan disyukuri.

Namun kali ini, kami mengucapkan :

TURUT BERDUKA CITA
ATAS MASIH ADANYA GAJI BURUH YANG MINUS
Di JAMAN YANG MERDEKA SEPERTI INI…

Ngomong-ngmong, mau tahu apa salah satu pemicunya, mengapa sampai terjadi gaji minus seperti ini ? Coba lihat yang di bawah ini :

You may like these posts