-->

Mengapa Suami Istri Yang Bekerja Sebagai Penerima Upah Keduanya Harus Ikut Menjadi Anggota BPJS ? Apa Jawabab BPJS Tentang Hal Ini ?

Sesuai dengan Undang-undang yang telah ditetapkan yang dimaksud dengan peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. 
Dalam hal ini meliputi : 
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. 
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari : 

• Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya 
a) Pegawai Negeri Sipil; 
b) Anggota TNI; 
c) Anggota Polri; 
d) Pejabat Negara; 
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; 
f) Pegawai Swasta; dan 
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 

• Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya 
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan 
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 

• Bukan pekerja dan anggota keluarganya 
a) Investor; 
b) Pemberi Kerja; 
c) Penerima Pensiun, terdiri dari : 
- Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; 
- Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
- Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; 
- Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun; 
- Penerima pensiun lain; dan 
- Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun. 
d) Veteran; 
e) Perintis Kemerdekaan; 
f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan 
g) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran. 

ANGGOTA KELUARGA YANG DITANGGUNG 
1. Pekerja Penerima Upah : 
• Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. 
• Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan kriteria: 
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; 
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. 

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas). 

3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua. 

4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll. 

Meski masih terdapat kekurangan, pada pelaksanaannya program BPJS sebenarnya mendapat sambutan yang cukup baik di kalangan masyarakat. 
Berbondong-bondong, masyarakat mengikuti program ini. Kini makin banyak masyarakat yang “berani” berobat dengan menggunakan fasilitas BPJS. Padahal dulunya mereka “menahan diri” ketika sakit, bahkan ketika sangat parah. 

Namun karena hal ini, konon malah menyebabkan BPJS merugi . 
Selain itu, ada banyak complain tentang pelayanan BPJS yang dirasa sangat kurang. Banyak pasien yang – ibaratnya – ditelantarkan. 
Terakhir, yang menimbulkan tanda tanya besar adalah tentang adanya surat edaran yang ditujukan pada perusahaan-perusahaan. 

Dimana isi dari surat edaran tersebut menyatakan bahwa baik suami atau istri yang keduanya bekerja sebagai penerima upah, keduanya harus - wajib ikut sebagai anggota BPJS ! 


Pertanyaan yang timbul adalah mengapa surat edaran seperti ini muncul ? 
Mengapa Suami Istri Yang Bekerja Sebagai Penerima Upah, Keduanya Harus Ikut Sebagai Anggota BPJS ? 
Bukannya apabila terdapat pasangan suami istri yang merupakan pekerja penerima upah, cukup salah satu yang didaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan ? 

Berdasarkan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional memang disebutkan bahwa Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. 
Sedangkan sesuai dengan Perpres no 111/2013 tentang Perubahan atas Perpres no.12/2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 5 ayat 1 dan 2, BPJS Kesehatan menanggung Peserta dan anggota keluarga sampai 5 orang. 
Anggota keluarga adalah Istri / Suami yang sah dan Anak kandung / angkat yang sah dengan kriteria anak sebagai berikut : 
- tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; 
- belum berusia 21 th atau belum berusia 25 th yang masih melanjutkan pendidikan formal. 
Sehingga iuran yang dibayarkan oleh pekerja penerima upah (PNS / Karyawan swasta) mencakup 5 (lima) anggota per keluarga. 

Lalu bagaimana jawaban pihak BPJS tentang hal ini ? 
BPJS menanggapi dengan menyandarkan jawabannya dari peraturan dan Undang-Undang, yang dikutip seperti di bawah ini : 

1. BPJS Kesehatan sebagai lembaga badan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (vide Pasal 7 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). 

2. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial yang mengatur Kepesertaan warga negara dalam Jaminan Kesehatan Nasional yaitu : 
a. Pasal 1 ayat (4) : Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. 
b. Pasal 1 ayat (8) : Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan. 
c. Pasal 1 ayat (9) : Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. 
d. Pasal 15 ayat (1) : Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan Program Jaminan Sosial yang diikuti. 
e. Pasal 19 ayat (1) : Pemberi Kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkan kepada BPJS. 
f. Pasal 19 ayat (2) : Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetorkan iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. 

3. Sedangkan mengenai ketentuan kepesertaan dan besaran iuran juga diatu dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, yaitu : 
a. Pasal 16B ayat (1) : Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau Upah per bulan. 
b. Pasal 16B ayat (2) : Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar dengan ketentuan sebagai berikut : 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta 
c. Pasal 16C ayat (1) : Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah selain peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B ayat (1) yang dibayarkan mulai tanggal 1 januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015 sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh peserta. 
d. Pasal 16C ayat (2) : Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta sebagaimana dimaksud ayat (1) dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh peserta. 
e. Pasal 16C ayat (3) : Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan. 


4. Berdasarkan penjelasan regulasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa: 
a. Pasangan suami dan istri sebagai PPU Penyelenggara Negara dan/ atau PPU Non Penyelenggara Negara, diwajibkan keduanya didaftarkan menjadi peserta oleh masing-masing pemberi kerja dan dikenakan kewajiban untuk membayar iuran. 
b. Dalam hal suami dan istri memiliki hak kelas rawat berbeda, maka suami dan istri dapat memilih hak ruang kelas perawatan yang tertinggi dari hak suami/istri. 
c. Anak dari suami/istri berhak menggunakan ruang kelas kelas perawatan sesuai dengan ruang kelas perawatan ibu/bapaknya sebagai peserta yang mendapatkan tunjangan keluarga atau memiliki kelas rawat tertinggi. 
d. Pada saat proses pendaftaran peserta, pekerja wajib menginformasikan kepada pemberi kerja apabila pasangannya sebagai Pekerja Penerima Upah serta anak yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan dan memiliki nomor identitas peserta BPJS Kesehatan. 

Karena kurang dapat menerima jawaban tersebut kami kemudian mengadakan janji untuk bertemu dengan pihak BPJS. 
Dan setelah bertatap muka dan mengadakan tanya jawab dengan BPJS, berikut petikan tanya jawab dengan pihak BPJS : 

Tanya
Mengapa semua karyawan – baik yang lajang maupun sudah berstatus sebagai istri harus ikut program BPJS ? 
Jawab ( BPJS )
Agar data jumlah tenaga kerja yang masuk ke BPJS sama dengan data yang dilaporkan ke Disosnakertrans ( departemen tenaga kerja ). 

Tanya
Tetapi bukankah ada aturan sesuai dengan Perpres no 111/2013 tentang Perubahan atas Perpres no.12/2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 5 ayat 1 dan 2, yang menyatakan bahwa kepala keluarga ( suami ) menanggung keluarganya ? 
Dan bukankah seorang istri menjadi tanggungan suami ( kepala keluarga ) ? 
Jawab
Perpres no 111/2013 memang menyatakan demikian. Namun yang lebih disasar disini adalah pihak pengusahanya. 
Itu artinya pengusaha diharuskan mengikutkan semua karyawannya sebagai anggota BPJS, apapun statusnya. 

Tanya : 
Jika keduanya harus terdaftar, berarti iuran BPJS yang dibayarkan, dobel dong ? 
Jawab
Jika istri terdaftar ( sendiri ) maka data keanggotaan istri sebagai tanggungan suami oleh sistem data di BPJS secara otomatis akan dialihkan ( gugur ). 

Tanya
Itu artinya iuran BPJS yang dibayarkan dobel dong ? 
Jawab

Suami dan istri yang sama-sama tercatat sebagai pekerja penerima upah keduanya memang tetap harus membayar iuran BPJS. 


Tanya
Jika keduanya membayar iuran BPJS, itu artinya mereka membayar jumlah iuran yang lebih besar ( dari anggota BPJS lainnya yang istrinya bukan pekerja penerima upah ) sedangkan fasilitas yang diterima sama untuk kelas yang sama. 
Atau jika dibandingkan dengan kelas di atasnya, mereka menerima fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih rendah ( beda kelas ) sedangkan mereka membayar iuran lebih besar. 
Itu berarti tidak adil dong ? 
Bukankah penyelenggaraan sistem jaminan sosial oleh BPJS adalah berdasar asas keadilan? 
Jawab
Berdasarkan undang - undang yang berlaku, BPJS juga menganut prinsip gotong royong, bahwa setiap pemberi kerja wajib mendaftarkan dan memotong iuran setiap pekerja tanpa melihat statusnya sebagai suami atau istri. Artinya bahwa selama yang bersangkutan terdaftar sebagai karyawan maka yang bersangkutan wajib dikenakan iuran sebesar 1% sedangkan badan usaha membayarkan 4%. 
Hal ini berlaku bagi karyawan yang sudah berkeluarga maupun yang masih berstatus belum menikah/ lajang (tidak ada pembedaan). 
Dalam prinsip gotong royong, itu artinya anggota membantu anggota lainnya yang sedang membutuhkan. 

 (.....Mulai tambah pening nih,....sebab jawabannya itu-itu saja dan muter mulu ... Karena itu menyampaikan pertanyaan pungkasan untuk segera tanya jawab yang memusingkan ini ) 

Tanya
Oke..lah kalau memang “keputusan” BPJS yang disampaikan melalui surat edaran mengatakan demikian. Mewajibkan suami dan istri yang berstatus sebagai pekerja penerima upah masing-masing harus terdaftar sebagai anggota BPJS. 
Tetapi bolehkah kami tahu, bisakah kami ditunjukkan, adakah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau aturan apapun itu yang MENCANTUMKAN dan MENGATUR hal ini sehingga bisa dijadikan rujukan ? 
Jawab
Memang TIDAK ADA Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mencantumkan dan mengatur secara tersurat bahwa suami istri yang berstatus sebagai pekerja penerima upah keduanya harus ikut terdaftar sebagai anggota BPJS 

Tanya
Lalu dari mana asal “keputusan” sebagaimana yang dicantumkan dalam surat edaran tersebut ? 
Jawab
Keputusan untuk mewajibkan suami istri yang berstatus sebagai pekerja penerima upah keduanya harus ikut terdaftar sebagai anggota BPJS adalah didasarkan dari PENAFSIRAN dari Undang-undang oleh pihak BPJS sendiri. ????????????????????? 

Di negera lain program sejenis BPJS ternyata menimbulkan masalah. Apa itu ...? Simak ini :

You may like these posts