-->

Sejarah Dan Asal-Usul Petasan, Bener-Bener Nggak Nyangka

Setiap anak laki-laki sepertinya pasti pernah main petasan.

Tapi tahukah kamu, Seperti apa sejarah dan asal-usul Petasan ? Pasti nggak nyangka deh.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada setiap akhir bulan puasa Ramadhan dan menjelang hari Raya I’edul Fitri, pihak Kepolisian selalu disibukkan dengan kegiatan baru – yang seringnya dilakukan secara tahunan – yaitu operasi atau razia petasan.

Sebab seperti sebuah tradisi, ketika menginjak akhir bulan puasa dan menjelang hari raya, masyarakat Indonesia umumnya masih pada suka membunyikan petasan.

Padahal sesuai Lembaran Negara (LN) tahun 1940 Nomor 41 , "membuat, menjual, menyimpan, mengangkut bunga api dan petasan yang tidak sesuai standar pembuatan" merupakan tindakan terlarang dan dapat dikenai hukuman pidana.
Padahal pula sudah banyak kasus kecelakan yang terjadi, mulai kasus petasan kecil yang mengakibatkan hilangnya anggota tubuh, sampai kasus ledakan besar yang menghancurkan rumah akibat ledakan petasan. Sehingga hampir bisa dipastikan di setiap tahunnya selalu saja terjadi kucing-kucingan antara aparat kepolisian dengan pihak-pihak yang membuat, menyimpan dan menjual petasan.

Tapi tahukah anda, jika kasus kasus petasan yang terjadi hingga saat ini gara-gara ulah ketidak sengajaan seorang juru masak Cina ? Sebab gara-gara ketidaksengajaan seorang juru masak Cina akhirnya ditemukanlah petasan yang kemudian berkembang seperti saat ini.

Jika dirunut dari sejarah, petasan memang pertama kali bermula dari abad 9 di negeri Cina.

Gara-garanya. Dengan secara tidak sengaja, seorang juru masak di Cina mencampurkan 3 bahan.
Bubuk hitam (black powder) dari Kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal).
Dan ketiga campuran bahan tersebut ternyata mudah terbakar.
Lalu, ketika campuran dimasukan ke dalam sepotong bambu yang diberi sumbu dan dibakar ternyata meledak dan mengeluarkan suara yang keras.

Repotnya, suara ledakan yang keras yang ditimbulkan oleh letusan petasan tersebut kemudian dipercaya dapat mengusir roh jahat.
Karena itulah, akhirnya petasan digunakan dalam upacara pernikahan, perayaan kemenangan perang, pada saat terjadi gerhana bulan, sampai pada upacara keagamaan di negeri Cina.
Sehingga pada jaman dinasti Song, malah didirikan sebuah pabrik petasan.
Dan sejak itu pula tradisi ( Cina ) membunyikan petasan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.
Termasuk ke Indonesia.
Dan karena adanya percampuran budaya antara penduduk pribumi Indonesia dengan pendatang Cina ( Tionghoa ) pada akhirnya pula tradisi membunyikan petasan, terutama pada upacara atau moment tertentu diadaptasi oleh kebanyakan masyarakat Indonesia.

Tetapi mengapa petasan dilarang, jika tujuannya “hanya” untuk memeriahkan upacara atau acara tertentu ?

Sebab pada dasarnya petasan -dengan komposisi bahan kimia di dalamnya - termasuk salah satu bahan peledak. Meski daya ledaknya masuk dalam kategori daya ledak rendah ( low explosive ).
Bahan peledak kimia sendiri sering didefinisikan sebagai suatu rakitan yang terdiri atas bahan-bahan berbentuk padat atau cair atau campuran keduanya yang apabila terkena aksi (misalnya benturan, panas, dan gesekan) dapat mengakibatkan reaksi berkecepatan tinggi disertai terbentuknya gas-gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang sangat tinggi.

Dan sesuai kekuatannya, bahan peledak kimia dibedakan 2, Low Explosive (mempunyai daya ledak rendah) dan High Explosive (mempunyai daya ledak tinggi).
Low explosive memiliki kecepatan detonasi (velocity of detonation) antara 400 - 800 meter per detik. Sedangkan high explosive mempunyai kecepatan detonasi antara 1.000 - 8.500 meter per detik.

Contoh lain dari bahan peledak low explosive adalah bubuk mesiu ( gun powder ) dan smokeless powder. Bahan peledak low explosive disebut juga sebagai propelan (pendorong) yang dipakai pada peluru dan roket.


Kenapa masih banyak orang yang nekat untuk membuat, menyimpan dan menjual petasan ?
Padahal sudah jelas-jelas dilarang ?

Sebab keuntungan yang bisa didapat dari komoditi petasan memang cukup tinggi.
Dan seandainya tertangkap, hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera. Sebab sesuai dengan Lembaran Negara (LN) tahun 1940 Nomor 41 hukuman yang mungkin diberikan “hanyalah” ancaman pidana kurungan tiga bulan dan denda Rp 7.500.
Meski sebenarnya pemerintah sudah berupaya membuat aturan baru, dinataranya yaitu UU Darurat 1951 yang ancamannya bisa mencapai 18 tahun penjara.
Namun sepertinya orang-orang yang terlibat dengan komoditi petasan jarang yang terjerat dengan UU darurat ini.

Simak juga yang ini :

You may like these posts